Arsip Tag: Cerita Fiksi

Aturan Mutlak

Hari-hari membosankan pun pudar, karenanya. Sesuatu yang hilang dariku mulai muncul dan mendekatiku lagi, perasaan memiliki seorang teman akhirnya kumiliki kembali.

“Ayo kesana, disana sepertinya ada tempat yang bagus.”

“Baiklah, ayo kesana. Akan kutunjukkan kecepatanku berlari.”

Kakiku mulai kulangkahkan kedepan yang semakin lama semakin cepat. Tanpa melihat kebelakang aku tetap melangkahkan kaki tanpa kusadari dia begitu jauh di belakang. Aku merehatkan kakiku di bawah pohon. Kupegang jari-jari kakiku dengan jari-jari tanganku, otot-otot kakiku menegang dan terasa sakit.

Beberapa menit berlalu, ia pun datang dengan badan penuh keringat.

“Huft… Huft…, Akhirnya sampai juga.”

“Dasar lamban”

“Penghinaan” Sambil membuang muka

“Sebaiknya kau mulai melatih kedua kakimu, Musim”

“Jangan sombong dulu, Aku cuman kalah start.”

“Apa? aku tidak dengar.” sedikit menyindir

“Aku bilang aku cuman kalah start.” merasa tersindir karena perkataan Cahaya

“Apa? lebih keras kalau bicara, aku gak dengar loh.”

“Dasar… Terserah lah..”

Menyenangkan sekali mempunyai teman.

Serasa seperti di tempat kesukaanku yang dulu. Kicauan burung dapat kudengar lagi, suara ranting-ranting pohon yang saling bertabrakkan, air yang mengalir deras di sungai, dan hembusan angin dapat kurasakan lagi.

“Aku rindu rumah” terucap lirih.

“Kamu bilang apa tadi ?” sambil melihat ke arah Cahaya.

“Tidak, bukan apa-apa” dengan sedikit tersenyum.

“….” Musim terdiam kebingungan

Matahari sudah tenggelam, aku mulai melangkahkan kaki kembali. Kami mulai berlari lagi, namun kali ini Musim yang menang. Dia melampaui harapanku, cukup cepat dia beradaptasi denganku. Seakan-akan dia sudah melangkah jauh di depan ku.

Malam hari pun berlalu. Aku bersiap untuk mendatangi rumahnya. Baju lengan panjang dan celana panjang yang ku kenakan.

“Yosh… Ayah aku pergi dulu.”

Ayah menjawab semangatku, pintu tertutup di depan mataku mulai ku dekati. Dan…

Tok.. Tok.. Tok..

“Siapa yang datang ?” Ayah menanyaiku

“Entahlah”

Terdengar bunyi ketukan pintu tepat saat aku meraih gagangnya. Kubuka perlahan, cahaya matahari pagi mulai menerobos masuk ke dalam melalui celah pintu yang terbuka. Mataku terkejam sementara akibat cahaya yang langsung mengarah ke mataku.

3

Aturan Mutlak

Di umurku yang ke 9 tahun, akhirnya kami pun pindah rumah. Pindah ke tempat yang jauh dari rumah kami sebelumnya dan cukup ramai di datangi orang-orang yang tidak kukenal. Tempat asing ini sangat ramai. Telingaku terasa bising sekali pada keramaian disini.

“Sangat membosankan”, itu yang kupikirkan. Tempat yang tenang, tempat yang sejuk, tempat yang banyak pepohonan pun tidak ada. Saat itu aku sudah menolaknya, karena aku tahu kalau disini lingkungannya sangat berbeda dengan rumahku yang dulu. Walaupun aku menolaknya dengan kasar, Ayah tetap menenangkanku dan berusaha untuk membuatku ikut bersamanya. Akhirnya aku pun ikut bersamanya ke tempat ini.

“Cahaya, Bagaimana keadaanmu hari ini ? Apa kamu sudah menemukan sesuatu yang membuatmu tidak bosan disini ?”

Hal itulah yang dikatakan Ayah saat kami makan malam. Mendengar kalimat itu aku tidak ingin menjawabnya, jadi kupalingkan wajahku. Hampir enam bulan aku terjebak di tempat yang membosankan ini. Di tempat ini tidak ada anak seumuranku.

“Tidak, mungkin”

Lebih tepatnya mereka yang seumuranku lebih suka menghabiskan waktunya di rumah. Mungkin karenaitu aku merasa bosan di tempat ini. Namun setelah beberapa minggu, kebosanan ini mulai hilang. Mungkin karena dia. Anak yang berkulit putih dengan rambut medium. Ya, karena dia. Anak yang bernama Musim.

Setelah kedatangannya ke tempat ini, kehidupanku yang membosankan mulai terasa menyenangkan.

“Dia tersenyum”

Itu yang kuingat saat pertama kali bertemu dengannya. Entah kenapa aku merasa senang bertemu dengannya, mungkin karena dia tersenyum kepada ku.

“Bukan, mungkin bukan itu. Karena hal itu sudah biasa dilakukan saat pertama kali bertemu.”

Hal itu lah yang terpikir di otak ku saat bertemu dengannya, ternyata itu salah. Setelah dia tersenyum dan memperkenalkan dirinya, dia mengajakku bermain. Mengajakku bermain permainan yang tidak pernah kumainkan, tapi ini terasa menyangkan daripada bermain sendirian.

2

Aturan Mutlak

Bermain sendiri, berenang sendiri, dan memanjat pohon sendiri. hal itulah yang kulakukan biasanya. Walaupun aku melakukan melakukan hal itu aku merasakan sesuatu yang kurang yang tidak aku ketahui sendiri apa itu. Apakah karena umurku yang masih tujuh tahun, sehingga aku tidak dapat bermain dengan anak yang seumuranku.

Tidak

Aku sudah melihat kejadiannya terlalu sering. Mereka yang seumuranku pindah dari tempat ini bersama orang tua mereka karena suatu alasan yang tidak ku ketahui. Tapi sebenarnya, aku sangat suka berada di tempat ini. Tempat yang sangat tenang yang selalu membuatku berfikir untuk pindah seperti mereka. Namun, aku selalu menolak pemikiran itu. Aku tidak ingin melakukannya hanya karena alasan aku tinggal sendirian.

Tidak

Sebenarnya ada seseorang yang merawatku. Pria berbadan besar dan tinggi dengan kulit yang sedikit keriput. aku tidak tahu harus menyebut dia sebagai keluarga atau tidak. Walaupun begitu, aku memanggilnya “Ayah”. Orang ini sebenarnya bukan ayah kandungku ataupun keluargaku. Dia hanyalah orang yang selalu bekerja keras dan sangat baik dengan orang lain.

“Ayah adalah orang yang ditakdirkan untuk merawatmu, karena kamu lah yang datang pada ayah”

Itu lah yang kudengar setelah Aku menanyakan sesuatu hal yang kukira akan membuatnya sangat marah, namun Ayah tidak pernah marah saat Aku memberikan pertanyaan yang menyakitkan hatinya.

Prolog

Sebuah kehidupan yang berubah tanpa disadari, karena berawal dari sebuah keinginan. Sebuah keinginan yang tidak mungkin terkabulkan jadi dapat terkabulkan, dengan memberi dampak yang luar biasa.

Mempelajari sesuatu yang seharusnya tidak boleh dipelajari dengan mendatanginya dan meminta diajarkan olehnya. Dua orang yang berada pada jalan yang berlainan menjadi semakin kuat. Berlatih di tempat yang berbeda dan sangat jauh yang tidak dapat digapai oleh orang biasa. Bertemu secara tidak sengaja dapat terjadi, namun kebalikan dari hal ini bertemu secara sengaja kemungkinan dapat terjadi kurang dari 5%.

Hal ini akan terjadi bila seseorang sangat percaya dan terus membayangkan seperti apa yang dia sangat inginkan. Bertemu secara sengaja yang kemungkinannya kurang dari 5% pun terjadi, namun belum tentu akan mendapatkan sesuatu yang diharapkan.

Sengaja hal yang di inginkan belum tentu ada, namun dapat dibuat sendiri hingga hal itu benar-benar ada. Tapi suatu hal yang di inginkan memang tidak dapat terwujudkan tidak dapat dipaksakan untuk terwujud. Sebuah batasan yang dapat dicapai sudah ditentukan sejak lahir.

<<Aturan Mutlak>>